Rabu, 30 Mei 2012

Resensi Buku

Perjuangan Perempuan Menggapai Impian
Oleh: Siti Muyassarotul hafidzoh*

Judul buku      : A Golden Web: Kisah Ahli Anatomi Perempuan Pertama di Dunia
Penulis         : Barbara Quick
Penerbit        : Atria Jakarta
Cetakan         : 1, 2011
Tebal            : 272 halaman

 “Meskipun aku sangat mengaguminya, Aristoteles keliru dalam banyak hal. Dia berkata,”keberanian seorang lelaki tampak dalam caranya memerintah dan keberanian seorang perempuan tampak dalam caranya mematuhi’. Jika memakai penilaian itu aku ini seorang pengecut”.
Demikian salah satu ungkapan Alessandra Giliani dalam novel A Golden Web ini halaman 257. Novel yang ditulis oleh Barbara Quick ini sangat memukau. Kisah yang sudah berusia berabad-abad tentang Alessandra Giliani, seorang ahli anatomi perempuan pertama di dunia dihadirkannya secara nyata. Alessandra Giliani atau sering disebut Sandra adalah remaja berambut ikal yang memiliki kecerdasan dan kecintaan terhadap literatur ilmu pengetahuan yang sangat besar. Sayangnya dia lahir sebagai putri hawa, sosok perempuan.
Namun walaupun ia terlahir sebagai sosok perempuan. Ia berani untuk mematahkan pendapat-pendapat Aristoteles tentang kaumnya. Ia berpikir bahwa perempuan bisa menjadi lebih baik dari seorang lelaki kalau saja diberi kesempatan untuk mempelajari banyak hal. Seperti cuplikan dialog di atas, Alessandra tidaklah setuju dengan anggapan Aristotels tentang memaknai keberanian, justru ia mengatakan bahwa dirinya seorang pengecut jika membenarkan apa yang dikatakan Aristoteles.
Memang, pada abad keempat belas, kehidupan perempuan masih sangat kelam. Sejarah yang tak bisa dipungkiri bahwa perempuan yang hidup di abad tersebut tidak diberi kesempatan sedikitpun untuk melakukan perubahan. Perempuan hanya bisa hidup di dalam rumah, belajar hanya seadanya saja, dan harus selalu patuh pada perintah ayah maupun suaminya. Dalam sejarah, kaum perempuan akan dibakar ditiang pembakaran jika melakukan provokasi, walaupun hanya sedikit.
Namun, begitulah sejarah.
Tidak seorangpun yang harus melupakan sejarah. Seperti yang telah dilakukan Barbara Quick, ia menaruh sejarah sebagai tempat hidup. Tempat untuk semua orang hidup, entah itu berdampingan secara kasat mata maupun tak kasat mata dengan sosok-sosok lain yang akan menyentuh orang dan menceritakan kisah-kisah dalam sejarah. Oleh karena itu Barbara Quick tergugah menulis sejarah untuk dikenang, tak dilupakan. Sejarah ahli anatomi perempuan pertama di dunia.
Novel ini menceritakan gadis pemberani yang akan melakukan apapun sesuai cita-cita dan keinginannya untuk meraih ilmu seluas mungkin. Ia bercita-cita menjadi seorang dokter. Tidak peduli dirinya adalah seorang perempuan. Meskipun aturan dan anggapan umum dalam masyarakat saat itu merendahkan kaumnya, namun, dia berhasil membuktikan bahwa perempuan memiliki kapasitas yang sama bahkan terkadang melebihi kapasitas kaum lelaki.
Pengembaraan hebat yang Alessandra alami adalah sebuah petualangan yang sangat membahayakan dirinya. Dia bertekad untuk meraih cita-citanya dengan menggunakan penyamaran sebagai laki-laki. Hanya inilah satu-satunya cara agar Sandra bisa belajar dan menjadi mahasiswa di Universitas Bologna.
Universitas Bologna adalah salah satu universitas tertua di Eropa, sebuah tempat yang mengagumkan pada abad keempat belas. Mungkin lebih mirip universitas California di Berkeley pada tahun 1960-an dari pada universitas-universitas lainnya. Di sana yang memagang kendali adalah para mahasiswa. Seorang mahasiswa menantang seorang profesor dan bisa membuktikan bahwa dirinya benar, maka mahasiswa itulah yang akan menjadi profesor. Terlihat jelas, bahwa tempat seperti ini adalah tempat yang  keras bagi kehidupan perempuan seperti Alessandra. Apalagi usahanya dengan cara menyamar menjadi seorang laki-laki.
Tetapi tekadnya sudah bulat. Sandra berani mengambil resiko apapun asalkan dia menjadi seorang dokter. Selama hidupnya di Bologna, Sandra menemukan kehidupan baru yang tak pernah ia rasakan. Usaha kerasnya untuk menyamar sebagai laki-laki berhasil dan bahkan dia mampu bergaul dengan kaum cendekia di universitas Bologna. Sandra juga mejadi mahasiswa kesayangan Mondino de’ Liuzzi, sang dokter terkenal di Bologna.
Sebenarnya kecerdasan yang dimiliki Sandra sudah ada sejak dia masih belia. Dia juga gemar membaca buku-buku ayahnya karena kebetulan ayahnya adalah seorang yang menerbitkan buku. Sehingga ia merasa di surga jika berada di perpustakaan ayahnya dan berlama-lama membaca buku.
Keinginan yang mendorong Sandra menjadi seorang dokter adalah karena dia pernah melihat ibu kandungnya meninggal di depan matanya ketika seorang dokter membelah perut ibunya untuk menolong kelahiran adiknya. Sandra merasa bahwa pasti ada acara untuk menolong seorang ibu yang tidak bisa melahirkan secara normal tanpa membunuh ibu tersebut.
Pertanyaan yang selama ini mengganjal dibenaknya akhirnya dia ungkapkan kepada dokter Mondino ketika berada dalam kelas. “Saat seorang perempuan terlalu lelah untuk melahirkan sehingga dia terancam sekarat, bisakah bayinya di keluarkan dari tubuhnya, saat ibu dan anak sama-sama masih hidup?”. Namun Sandra agak kecewa ketika Mondino menjawab “hanya jika bayi itu adalah calon raja, perempuan bisa saja diiris sebelum dia meninggal” (hal. 211). Mendengar jawaban Mondino tidak membuat Sandra menyerah, ia tetap akan melakukan penelitian-penelitian sampai dia menemukan cara yang tepat untuk menyelamatkan seorang ibu dan anak.
Riset-riset yang dilakukan Alessandra banyak yang berhasil. Salah satu riset yang mengguncangkan kota Bologna saat itu adalah penemuannya tentang rahasia aliran darah di antara jantung dan paru-paru. Penemuan ini ia lakukan berhari-hari dan menghabiskan puluhan babi untuk menjadi bahan percobaan, hingga ia berani membedah mayat seorang wanita. Dengan buku panduan dari Ibn al-Nafis yang ia pelajari, akhirnya ia berani membuktikan bahwa pelajaran yang telah diberikan guru-gurunya selama ini adalah salah. Bahkan Mondino sang guru profesionalnya pun mengakui penemuan cerdas yang dilakukan mahasiswanya tersebut.
Petualangan yang Sandra hadapi begitu penuh ketegangan. Barbara Quick berhasil menyusun kisah ini sebegitu terasa nyata. Terlihat secara jelas ketika Sandra semakin lama semakin cerdas dan pintar. Bahkan pembuktian riset-risetnya digambarkan secara jelas dan teliti. Keindahan mengurai sanggahan pada pemikiran Aristoteles pun serasa segar dan cerdas.
Kisah ini begitu rugi jika kita melewatkannya. Sejarah perempuan hebat yang tidak pernah bisa dilupakan. Barbara Quick mempersembahkan novel sejarah yang memukau. Kehidupan luar biasa seorang perempuan di zaman yang tidak memihaknya, namun dengan tekad dan keyakinannya, perempuan itu, Alessandra Giliani berhasil menjadi tokoh bersejarah dalam kehidupan, khususnya bagi kaum hawa. Diakhir novel ini Allesandra Giliani memberi sebuah permintaan kecil yaitu “aku  tidak mau dilupakan”.
Gerakan kaum perempuan di Eropa sudah dimulai sejak lampau. Bahkan keberanian perempuan untuk menjadi setara sudah ada sejak abad keempat belas. Zaman di mana perempuan masih terpinggirkan. Di Indonesia sosok perempuan yang menjadi provokator perubahan adalah Kartini. Gerakan yang Kartini lakukan juga seakan baru kemaren sore. Masih sangat jauh perjuangan untuk kaum perempuan di Indonesia. Kini saatnya menyadari bahwa menjadi seorang perempuan adalah sebuah anugrah kehidupan, karena awal kehidupan berada pada rahim seorang perempuan. Menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi lebih baik adalah hal bodoh yang harus segera dihapuskan.
Perempuan bisa hidup layak seperti laki-laki. Perempuan layak mendapatkan pendidikan terbaik, layak untuk menggapai cita-citanya, layak untuk berkarier dan layak untuk bisa lebih unggul kapasitasnya di atas kaum lelaki. Karena ukuran tinggi rendahnya seseorang bukan karena dia laki-laki atau perempuan tapi karena dia berpotensi ataukah tidak. Baik itu laki-laki maupun perempuan. Semua mendapatkan hak yang sama dan kesempatan yang sama pula.
Novel ini sangat menginspirasikan kaum perempuan untuk tidak menyerah dan tidak lemah. Jika kesamaan sudah terjalin antara laki-laki dan perempuan maka tidak akan ada lagi kesan bahwa perempuan itu lemah dan perempuan itu tidak berdaya. Karena perempuan mampu untuk bangkit, mampu untuk berprestasi dan mampu untuk mendapatkan yang terbaik.
*Litbang PW Fatayat NU DIY, Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Subhanallah, sangat inspiratif resensi novel ttg alesandra ini mbak muyas. kapan2 sy pinjam bukunya ya kalo boleh,hehe. ditunggu resensi buku bagus lainnya :)

Saqifa mengatakan...

bisa, monggo mampir kerumah,hehehe