Rabu, 30 Mei 2012

Opini

Jebakan Hedonisme Pada Perempuan
Oleh: Siti Muyassarotul Hafidzoh*

Hedonisme sedang menganggu naluri kehidupan manusia. Kehidupan yang berpaham hedonis merupakan kehidupan yang penuh dengan glamor, penuh dengan hal yang “wah”. Kaum hedonis selalu berpikiran bahwa menjalani hidup untuk memenuhi kebutuhan hawa nafsunya. Berlaku sebebas-bebasnya, senikmat-nikmatnya, sesenang-senangnya tanpa peduli perasaan siapapun. Karena mereka beranggapan hidup ini hanya sekali, sehingga mereka merasa ingin menikmati hidupnya dengan penuh kepuasan. Kehidupan yang penuh glamor inilah yang akhirnya akan menjebak manusia terjebak untuk tidak mampu bersikap sabar dan gagal membangun asketisme.

Hedonisme merupakan salah satu teori etika yang paling tua, paling sederhana, paling kebenda-bendaan, dan dari abad ke abad slalu kita temukan. Untuk aliran ini, kesenangan (kenikmatan) adalah tujuan akhir hidup dan yang baik yang tertinggi. Kaum hedonis modern memilih kata kebahagiaan untuk kesenangan.

Paham ini sedikit demi sedikit masuk dalam kehidupan para perempuan. Perempuan merasa kurang cantik jika tidak memakai perhiasan, perempuan merasa kurang cantik ketika tidak memakai pakaian mahal, perempuan merasa kurang cantik ketika tidak memakai make up yang menor. Cantik yang mereka pahami akhirnya hanya berlaku ketika perempuan memakai sesuatu yang dianggapnya mahal dan berharga. Tidak sebatas itu, bahkan kemewahan yang lebih, seperti memiliki mobil mewah, perhiasan mewah, rumah mewah bahkan sampai hal-hal kecil seperti alat dapurpun menjadi alat ukur perempuan untuk mendapatkan  pujian yang diinginkan.

Kehidupan yang mengerikan tersebut membuat para perempuan tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan, bahwa segala yang dianggapnya “wah” adalah kunci petaka untuk masa depannya. Mereka terjebak pada naluri yang tidak peduli dengan kesederhanaan, sehingga banyak perempuan yang rela melakukan apapun untuk mendapatkan kesenangan yang diinginkannya. Bahkan yang mengerikan, mereka rela menjual harga dirinya demi untuk membeli segala perhiasan dan aksesoris tubuhnya untuk merasa lebih cantik dibandingkan perempuan lainnya yang tidak memiliki barang berharga tersebut.
Segala kesenangan yang mereka terapkan dalam gaya hidup hedonis adalah hal yang sia-sia belaka. Karena apa yang mereka lakukan sebenarnya malah membawa mereka ke dalam jurang kesombongan dan iri hati. Ketika merasa tubuhnya lebih cantik dari pada orang lain, maka kesombongan diri nampak dan mengganggap diri merekalah yang paling layak untuk hidup. Namun ketika melihat orang lain yang perhiasan dan aksesorisnya lebih mahal, maka iri hati menggrogoti nuraninya.

Filosofi Hedonisme
Selain itu di zaman postmodernisme sekarang ini gaya hidup yang hedonis semakin membudaya di kalangan remaja perempuan. Kaum muda mulai diracuni dengan pola kehidupan yang tidak sehat dan tidak memberikan hal positif dalam pembelajaran yang diusia tersebut seharusnya mereka dapatkan. Namun yang terjadi adalah mereka yang bangga dengan kemewahan yang dimilikinya dan tidak peduli dengan prestasi apapun yang sudah mereka raih. Prestasi dalam dunia pendidikan khususya, sekarang ini sudah mulai banyak diabaikan. Gegap gempita dunia hedonislah yang kian merebak, mereka perempuan muda berani memakai aksesoris tubuh yang tidak layak, mereka berani menghabiskan uang di salon mahal hanya untuk menurut mereka mempercantik diri.

Pengaruh seperti ini sebenarnya sudah menjamur di tayangan televisi. Banyak program acara yang lebih mengunggulkan hiburan-hiburan yang dipenuhi dengan gaya hidup hedonis, seperti ajang pencarian penyanyi, penari, girl band, dan lain sebagainya. Acara semacam ini secara tidak sadar membentuk kaum muda untuk berperilaku hedonis. Hanya yang cantiklah yang entertain, hanya yang kayalah yang layak jadi pujaan banyak orang. Kesenangan-kesenangan ini yang akhirnya akan membutakan nurani perempuan. Terutama perempuan muda yang seharusnya membangun diri dengan karakter moral yang kuat, bukan dengan kemewahan, gengsi dan kesenangan-kesenangan duniawi.

Sebenarnya pengertian hedonisme tidak seperti yang kita bayangkan. Menurut James Rachels (2004) dalam bukunya yang berjudul “Filsafat Moral”, bahwa hedonisme pertama-tama dirumuskan oleh Aristippus yang salah menafsirkan ajaran gurunya, Socrates yang berkata bahwa tujuan hidup adalah kebahagiaan. Aristippus menyamakan kebahagiaan dengan kesenangan. Menurutnya, kesenangan berkat gerakan lemah, rasa sakit berkat gerakan kasar.
Hedonisme dihaluskan oleh Epicurus dan dihubungkan teori fisika dari Demokritos. Epicurus, tujuan hidup bukan kesenangan yang kuat, melainkan suatu kedamaian. Kita harus menghindari rasa takut terhadap dewa dan maut. Kesenangan intelektual saja tidak cukup, tanpa merasakan kesenangan inderani.

Inner beauty perempuan

Resensi Buku

Perjuangan Perempuan Menggapai Impian
Oleh: Siti Muyassarotul hafidzoh*

Judul buku      : A Golden Web: Kisah Ahli Anatomi Perempuan Pertama di Dunia
Penulis         : Barbara Quick
Penerbit        : Atria Jakarta
Cetakan         : 1, 2011
Tebal            : 272 halaman

 “Meskipun aku sangat mengaguminya, Aristoteles keliru dalam banyak hal. Dia berkata,”keberanian seorang lelaki tampak dalam caranya memerintah dan keberanian seorang perempuan tampak dalam caranya mematuhi’. Jika memakai penilaian itu aku ini seorang pengecut”.
Demikian salah satu ungkapan Alessandra Giliani dalam novel A Golden Web ini halaman 257. Novel yang ditulis oleh Barbara Quick ini sangat memukau. Kisah yang sudah berusia berabad-abad tentang Alessandra Giliani, seorang ahli anatomi perempuan pertama di dunia dihadirkannya secara nyata. Alessandra Giliani atau sering disebut Sandra adalah remaja berambut ikal yang memiliki kecerdasan dan kecintaan terhadap literatur ilmu pengetahuan yang sangat besar. Sayangnya dia lahir sebagai putri hawa, sosok perempuan.
Namun walaupun ia terlahir sebagai sosok perempuan. Ia berani untuk mematahkan pendapat-pendapat Aristoteles tentang kaumnya. Ia berpikir bahwa perempuan bisa menjadi lebih baik dari seorang lelaki kalau saja diberi kesempatan untuk mempelajari banyak hal. Seperti cuplikan dialog di atas, Alessandra tidaklah setuju dengan anggapan Aristotels tentang memaknai keberanian, justru ia mengatakan bahwa dirinya seorang pengecut jika membenarkan apa yang dikatakan Aristoteles.
Memang, pada abad keempat belas, kehidupan perempuan masih sangat kelam. Sejarah yang tak bisa dipungkiri bahwa perempuan yang hidup di abad tersebut tidak diberi kesempatan sedikitpun untuk melakukan perubahan. Perempuan hanya bisa hidup di dalam rumah, belajar hanya seadanya saja, dan harus selalu patuh pada perintah ayah maupun suaminya. Dalam sejarah, kaum perempuan akan dibakar ditiang pembakaran jika melakukan provokasi, walaupun hanya sedikit.
Namun, begitulah sejarah.

Minggu, 27 Mei 2012

Warta


PW Fatayat NU DIY Dilantik Langsung Oleh Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siraj.

 Bantul, Buletin Saqifa
Lazimnya, yang melantik PW Fatayat NU adalah PP Fatayat NU. Namun berbeda dengan yang terjadi pada Sabtu, 26 Mei 2012 lalu. PW Fatayat NU DIY dilantik langsung oleh Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siraj, yang bersamaan dengan acara Musykerwil PWNU DIY di Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) An-Nur Ngrukem Bantul Yogyakarta.

“Memang secara organisatoris yang melantik PW Fatayat NU adalah PP Fatayat NU, namun karena PP Fatayat tidak bisa hadir karena bersamaan dengan puncak acara Harlah Fatayat NUdi Jakarta, maka PP Fatayat meminta tolong kepada Ketua Umum PBNU (sebagai Bapaknya Fatayat) untuk melantiknya,” begitu penjelasan sahabat Isti Zusrianah, Ketua Umum PW Fatayat NU DIY.

Acara pelantikan dilaksanakan secara khidmat dan berjalan lancar. “Kami merasa senang dan ini sebuah kehormatan untuk PW Fatayat NU DIY. Kami akan berusaha sebaik mungkin dalam menjalankan amanah ini dengan penuh tanggungjawab dan komitmen, sehingga apa yang diharapkan tercapai," begitu lanjut sahabat Isti Zusrianah

PW Fatayat NU DIY  terdiri dari perempuan-perempuan kuat dan ibu-ibu muda yang penuh semangat, menjadi sebuah inspirasi tersendiri bagi kaum perempuan di Indonesia, dan untuk perempuan NU khususnya.
Pelantikan PW Fatayat NU DIY disambut dengan tepuk tangan para hadirin dan ucapan selamat dari berbagai kalangan. Semoga Fatayat NU DIY selalu menjadi “matahari yang selalu menyinari seluruh perempuan di bumi ini. Berdayalah Fatayat NU DIY. (Muyassaroh, Litbang PW Fatayat NU DIY)

Warta

 KH. Asyhari Abta : Warga NU Harus Diberdayakan 

BANTUL_ Jadikan NU sebagai partner pemerintah untuk pemberdayaan umat. Masyarakat NU DIY yang sebagian besar masyarakat pedesaan dan bermata pencaharian sebagai petani, harus diberdayakan agar terjamin kesejahteraannya. NU saat ini memiliki organisasi petani, yaitu persatuan petani NU (Pertanu). Oleh karena itu, pemerintah diharapkan memberikan bantuan agar mereka bisa berdaya dan sejahtera secara ekonomi.

Demikian disampaikan Rais Syuriyah PWNU DIY, KH. Drs. Asyhari Abta, M.Pd.I dalam sambutannya dalam acara pelantikan Pengurus Lembaga/Lajnah, Banom JQH, dan PW Fatayat DIY periode 2011-2016 serta Musyawarah Kerja Wilayah (Musykerwil) NU tahun 2012, Sabtu malam (26/5/12), yang bertempat di halaman Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) An-Nur, Ngrukem, Bantul. Dalam sambutannya, beliau memberikan banyak arahan dan pandangan untuk kemajuan NU DIY.

KH Asyhari mencontohkan, “Pertanu bisa bekerja sama dengan Departemen Pertanian agar bisa mendapat bantuan untuk kemajuan pertanian,” ia menjelaskan. Bagi KH Asyhari, NU adalah organisasi yang besar dan punya gawe yang besar pula. Selama ini kelemahan NU adalah soal pendanaan. Tak jarang para pengurus harus bantingan untuk mencukupi dana kegiatan. Oleh karena itu, beliau berharap pemerintah bisa menjadikan NU sebagai partner strategis guna membentuk keberdayaan umat.

Selain itu, KH Asyhari berpesan agar para pengurus NU yang masuk ke dalam parpol tidak membawa NU terlibat jauh dalam perseteruan politik praktis. Secara garis besar, Pengurus Wilayah (PW) NU DIY tidak membenci parpol dan tidak mengarahkan warga NU agar memilih parpol tertentu. Oleh karena itu, bagi pengurus parpol yang ingin memperoleh dukungan dari warga NU, mereka harus mendekati warga NU dengan baik-baik. “Ingin didukung kok malah menghina NU, ya tidak mungkin”, ujarnya.

Harapan KH Asyhari ke depan, NU benar-benar menjadi organisasi yang siap mengawal kemajuan umat. Oleh karena itu, program-program yang akan dijabarkan oleh para Pengurus Lembaga/Lajnah yang berjumlah 18 Lembaga tersebut, begitu penting dan perlu didukung. [danuji]

diambil dari http://pwnudiy.or.id/content/kh-asyhari-warga-nu-harus-diberdayakan

Cerita Unik

Kalender NU, Kunci Masuk Surga


Dalam Sambutan Pengarahan Musykerwil NU DIY, 26 Mei 2012, Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siraj menjelaskan tiga kelompok yang ahli surga. Kelompok pertama para Nabi, para auliya’, para ulama’, para sholihin, muqorrobin. Mereka mempunyai amal sholih yang banyak dan dosanya kecil-kecil. Dosa mereka tertutupi oleh amalnya. Mereka masuk surga tanpa dihisab.

Kelompok kedua adalah orang yang memilki dosa banyak, namun amal sholihnya juga banyak. Mereka akan dimaafkan dan diampuni dosanya, sehingga menjadi penghuni surga.

Yang terakhir adalah kelompok yang memiliki dosa sangat besar, sedangkan amal sholihnya tidak ada. Malaikat yang mendatanganinya berkata: “Wah ini sudah tidak bisa diampuni lagi, dicarikan SP3 pun tidak bisa, pakai pengacara handalpun tidak bisa, harus neraka!”

Namun ketika malaikat akan memutuskan, salah satu dari golongan ketiga tersebut mengangkat tangannya dan berkata:
“Tunggu dulu malaikat, saya tidak mau masuk neraka, saya termasuk orang yang cinta dengan ulama’, fanatic dengan ulama’.”

Malaikatpun tertawa, sambil berkata: “Dari mana kamu bisa cinta dengan para ulama’, ulama’ sholih, kamu kurang ajar, ulama’ akhlaknya mulia, kamu akhlaknya buruk, ulama’ rajin ibadah kamu tidak pernah ibadah. Mana tunjukkan bukti bahwa kamu cinta ulama’.”

Orang tersebut berkata, “Oke, sebentar saya ambilkan bukti”
Ia pun mengambil buktinya dan menyerahkan kepada malaikat.

“Ini buktinya, malaikat! Kalender saya selalu kalender NU, saya tidak tertarik dengan kalender bergambar artis cantik, saya lebih suka memiliki kalender NU yang gambarnya selalu gambar para kiai, seperti KH Hasyim Asy’ari, KH A. Wahab Hasbullah, KH Bisri Sansuri, KH Abdurrahman Wahid, dan lainnya. Jadi, saya tidak mau masuk neraka.”

Malaikuatpun bingung dan terjadi pro dan kontra antar malaikat. Akhirnya rapat besarpun digelar. Salah satu malaikat yang menjadi pimpinan siding berkata, “bagaimana, orang ini masuk neraka, apa surga. Dari perbuatannya ia harus masuk neraka, tapi dari kecintaannya kepada para ulama’ ia adalah penghuni surga?”

Akhirnya diambil voting. Hasil suara terbanyak adalah yang setuju untuk dimasukkan ke dalam surga.
KH Said Aqil Siraj menambahkan, “kelompok ketiga ini masuk surga karena memiliki bekal yakni syahadat La ilaha illallah dan syahadat Muhammadun rasulallah, serta didukung dengan kalender NU.”
Semua hadirin tertawa mendengar cerita KH Said Aqil Siraj. “Percaya tidak apa-apa, tidak percaya juga tidak apa-apa, coba saja beli kalender NU terus, insya Allah bisa masuk surga,” Kiai Said memungkasi kisahnya. (Iyas)

Jumat, 25 Mei 2012

Foto Raker 24 Maret 2012




Kolom


Urgensi Pendidikan Antikorupsi
Oleh: Siti Muyassarotul Hafidzoh*

Negeri ini sedang dilanda mafia yang terus menggerogoti harta negara. Semakin hari, perkembangan kaum mafia semakin terlihat brutal. Kasus  demi kasus datang silih berganti. Harta negara yang sedianya digunakan untuk meningkatkan pendidikan, kesejahteraan, dan kesehatan rakyat, justru malah dinikmati segelintir orang. Inilah tragedi yang memilukan bangsa ini!
Jaringan mafia yang semakin brutal ini harus menjadi cacatan krusial bagi dunia pendidikan di Indonesia. Karena mereka yang berjibaku dalam dunia mafia bukanlah mereka yang tak terdidik. Justru mereka adalah kaum cerdik yang telah dibesarkan oleh dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Kaum mafia bukannya tidak mengerti dengan korupsi dan akibat buruknya. Tetapi mereka bahkan lebih mengerti dampak destruktifnya bagi masa depan negara. Gayus dan kawan-kawan adalah kaum akademikus yang cerdik, sehingga dipercaya untuk menangai masalah pajak.
Pendidikan di Indoensia telah terjebak sebagai “alat kekuasaan”.  Pendidikan yang tadinya netral, tidak memihak, dan objektif, berubah menjadi ajang pertarungan kekuasaan yang penuh interest, konflik, dan bahkan seringkali dimuati dengan kepentingan ideologis yang bersifat memihak dan subjektif. Dalam kondisi demikian, pendidikan yang tadinya menjadi sarana mencari kebenaran dan autentisitas diri manusia berubah menjadi sarana “pembenaran” dan arena pencarian jati diri yang semu, abstrak, dan jauh dari nilai moralitas kemanusiaaan. Dalam keterpautan ekonomi, pendidikan saat ini hanya dijadikan sebagai lembaga “pengeruk” kekayaan belaka, tidak peduli kondisi kemiskinan yang sedang mendera bangsa.
Terjebak dalam permainan kekuasaan dan ekonomi, membawa pendidikan bangsa ini pada lubang hitam paling dalam. Terbukti, mereka yang tersangka dan terdakwa dalam berbagai kasus korupsi adalah kaum elite berdasi. Ya, mereka adalah graduated dari lembaga pendidikan tinggi kita. Semakin banyak lulusan perguruan tinggi, bukannya semakin maju negeri ini, tetapi justru malah semakin subur korupsi dan semakin jelas lonceng kematian demokratisasi. Lembaga pendidikan menjadi pencetak koruptor (the maker of corruptor) paling prestisius yang setiap saat, bahkan setiap detik akan menghadang laju kemajuan bangsa. Korupsi para kaum berdasi memang telah membawa konstruksi titik nadir kematian bangsa, sehingga dalam suatu kesempatan A. Syafi’I Ma’arif (2005) mengatakan kerusakan bangsa Indonesia akibat korupsi sudah hampir sempurna, dan sebentar lagi, Franz Magnis-Suseno mengungkapkan, Indonesia tinggal menunggu waktu tergelincir dan masuk jurang. 
Dari fenomena demikian, apa yang harus dilakukan lembaga pendidikan, untuk tidak hanya menghapus stereotip pencetak koruptor, namun juga membangun ideologi kehidupan yang anti-korupsi? Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun ideologisasi pendidikan anti korupsi.

Kamis, 24 Mei 2012

Resensi Buku


Kejernihan Hati Seorang Emak
Oleh: Siti Muyassarotul Hafidzoh*

Judul                : Emak: Penuntunku dari Kampung Darat sampai Sorbonne
Penulis             : Daoed Joesoef
Penerbit           : Buku Kompas Jakarta
Cetakan           : I, April 2010
Tebal               : 292 halaman
                     
Kesuksesan yang diraih seseorang tak bisa dilepaskan dari sosok kharismatik seorang perempuan yang memegang jabatan alami selaku emak, ibu, bunda, inang, indung, embok, nyak, mama, dan mami. Emak menjadi sumber kesukesan, karena apapun yang diraih seseorang, pastilah berawal dari hal paling kecil yang diajarkan seorang Emak sejak di alam kandungan. Kasih sayang Emak tak lekang oleh waktu, menjadi inspirasi paling menggugah dalam ruang kesadaran, dan membuat jiwa kehidupan tak pernah mundur dalam menghadapi beragam tantangan. 

Kejernihan jiwa seorang Emak inilah yang dirasakan oleh Daoed Joesoef. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1978-1983) di era Orde Baru yang rajin menulis ini mengakui dengan penuh kesaksian bahwa yang diajarkan Emaknya sejak masa ayunan sampai sekarang masih begitu membekas. Linangan air mata begitu deras menetes tatkala Daoed meraih gelar doktoral di Sorbonne, Prancis, dengan prediket membanggakan, summa cumlaude. Bukan karena dia orang pertama Indonesia yang meraih gelar tersebut di Prancis, melainkan karena ketidakhadiran Emak yang telah mangkat ke alam bakha yang membuatnya tak kuasa menahan tangis tatkala meraih gelar doktoralnya.
Dengan begitu takzimnya, Daoed dalam buku ini menyatakan bahwa Sang Emaklah yang telah menuntun kehidupannya selama ini. Walaupun sang Emak tidak pernah mengenyam bangku sekolah, tetapi Emak selalu membangun suasana nyaman Daoed dan saudaranya untuk terus belajar tanpa henti. Emak, bagi Daoed, memang tak bisa baca latin, apalagi bahasa Inggris, Belanda, dan Prancis, tetapi keteguhan untuk belajar Daoed dapatkan dari Emaknya. Emaklah yang menyekolahkan Daoed di Sekolah Belanda, walaupun mendapatkan banyak kecaman dan cibiran dari warga sekitar. Emak ingin sang anak, Daoed, kelak bisa menghentikan penajajahan Belanda, sehingga Daoed harus menyelami ilmu pengetahuan yang dimiliki Belanda, barulah bisa mengalahkan Belanda.  

Nasionalisme Emak memang luar biasa. Semangat membela Indonesia begitu menyala dalam diri Emak. Walaupun hanya hidup di Kampung Darat di Medan, Sumatera Utara, Emak mengobarkan semangat perjuangan keluarganya untuk bisa menjadi yang terbaik bagi Indonesia. Membela Indonesia bagi Emak bukanlah dengan cara fisik mengangkat senjata, karena tak mungkin Emak dan keluarga Daoed mengangkat senjata. Yang dilakukan Emak adalah mengangkat pena dan akal, agar bisa cerdas dan berpendidikan, sehingga gemuruh nasionalisme memancarkan lebih tajam. Indonesia harus dibela dengan sesungguhnya, bukan sekedar ala kadarnya. Itulah Emak.   

Dari Kampung Darat menuju Sorbonne, Daoed tak bisa berkata apa-apa, kecuali: Emak! Ya, kegigihan yang menancap dalam diri Daoed, sampai dia dipercaya Presiden Soeharto menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tak lain karena ajaran keluhuran budi yang diajarkan Emaknya. Bukan teori yang ndakik-ndakik yang diaplikasikan Daoed tatkala menjabat Menteri Pendidikan, melainkan kejernihan hati dan keteguhan prinsip yang diajarkan Emaknya yang selalu dia ingat untuk membangun karakter pendidikan anak Indonesia saat itu.

*Litbang PW Fatayat NU DIY

Sarasehan Kupas Tuntas Kesehatan Reproduksi



YOGYAKARTA . Kesehatan hak seksual dan reproduksi merupakan elemen penting bagi kehidupan manusia, terutama perempuan. Hal itu disampaikan oleh Ketua PW Fatayat DIY, Isti Zusrianah di gedung PWNU DIY pada peringatan hari ulang tahun Fatayat yang ke-62.

Acara ini dibarengkan dengan serasehan bertema “Kupas Tuntas Kesehatan Organ Reproduksi: Bersama Fatayat Menuju Perempuan yang Sehat dan Berkualitas”. Kegiatan yang dihelat pada Ahad (13/05) ini dihadiri oleh PW Fatayat NU DIY, PC Fatayat NU se-DIY, dan tamu undangan yang tergabung dalam organisasi perempuan di Yogyakarta.

Dalam sarasehan ini, hadir  pembicara dari BKKBN DIY dr.Zaitun yang sekaligus sebagai mitra kerjasama. Ia membincang reproduksi dan hak seksual dari perspektif kesehatan. Sedangkan Dr. Ema Marhumah, peneliti Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Sunan Kalijaga dan Dewan Kehormatan PW Fatayat NU DIY mengupas kesehatan organ reproduksi dari perspektif agama dan budaya.

Selanjutnya Dr. Ema Marhumah menambahkan penjelasannya bahwa jangan pernah menyalahkan teks agama sebagai teks yang tidak memihak kepada perempuan, karena sejatinya teks agama apalagi Al-Qur’an adalah teks suci dari Tuhan, dan Tuhan memiliki sifat Maha Adil, oleh karena itu tidak mungkin jika Al-Qur’an tidak memihak pada perempuan.

Serasehan ini bertujuan mengenalkan kaum perempuan pada hak-hak biologis dan organ-organ reproduksi secara mendalam. “Pengetahuan tentang hak seksual dan organ reproduki kaum perempuan sangatlah minim. Maka dengan adanya serasehan ini kami mengharapkan perempuan Indonesia, kaum nahdiyat atau masyarakat NU bisa mengenal lebih jauh tentang kesehatan dan organ reproduksi”, tutur Lien Iffah Nafi`atul Fina, ketua panitia.

Zusrianah menambahkan munculnya berbagai kekerasan atas nama agama di Indonesia yang semakin meluas. “Visi Fatayat lima tahun ke depan adalah mewujudkan tatanan sosial yang damai dan sejahtera tanpa adanya kekerasan,” tutur Zusrianah. [Muyas]