Senin, 13 Agustus 2012

Menebar Rahma Untuk Masa Depan NKRI yang lebih Maslahah


(Saqifa-Yogya) Negara yang penuh rahma dan berkah, sangat diharapkan oleh semua warganegara Indonesia, apapun golongan, ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, suku, bahasa dan status sosialnya. Untuk itu silaturahmi di antara semua umat perlu terus-menerus dibina untuk merajut ukhuwah (persaudaraan) yang lebih harmonis. Lebih-lebih di kalangan ormas Islam. Bila perlu melakukan pertukaran umat (people changing), kata Sahiron Syamsuddin, P.hD, Pil. selaku moderator.  
 Di pundak ormas Islam lah Pendidikan politik yang humanis dan bermoral itu dapat bermula. Apalagi akhir-akhir ini suhu politik tanah air berkembang 'memanas'. Bersamaan itu bermunculan gerakan dan ormas Islam yang mengatasnamakan Islam, namun gerakannya justru jauh panggang dari asas Islam yang sebenarnya. Bukankah Islam yang sebenarnya itu membawa ‘rahma’, kasih sayang bagi semua makhluk di alam semesta ini. Di samping itu kerapkali bermunculan konflik di antara umat atau gerakan Islam, padahal semua umat dan ormas Islam berlandaskan pada landasan yang sama Qur’an dan Sunnah, kata ketua panitia Pelaksana.
 Hemat penulis ‘konflik’ (perbedaan pendapat dan pemikiran) sah-sah saja, asal tidak berujung pada kekerasan apalagi sampai pertumpahan darah. Bukankah Islam sendiri memberikan sebuah penghormatan bahwa perbedaan pendapat diantara umat Islam adalah rahmat, merujuk pada sabda Nabi. Bukankah Islam juga memberikan hadiah pada umatnya yang berijtihat, meski itu salah. Negara Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Apakah Indonesia termasuk Negara yang memiliki tingkat konflik yang Tinggi (low tolerance) atau termasuk negara yang tingkat konfliknya rendah (high tolerance)?
 Dengan begitu PWNU DIY telah melaksanakan sebuah sarasehan pada hari Kamis, 28 Juni 2012 yang mengangkat tema “Merajut Ukhuwah, Menebar Rohmah untuk Masa Depan NKRI yang Lebih Maslahah” dengan menghadirkan pembicara Prof. Dr. Yunahar Ilyas, M.Ag. dari PP Muhamadiyah, Drs. KH. Ali As’ad M.M. pengasuh Pesantren Nailul ‘Ula dan Prof. Dr. Purwo Santoso, M.A. dari FISIPOL UGM. Semanir ini di hadiri  oleh pengurus ormas-ormas Islam se-DIY. Di Kantor PWNU lantai III Jl. MT. Haryono No. 41/42 Yogyakarta.
Dalam seminar tersebut diungkap bahwa umat Islam seharusnya membangun ‘ukhuwah’ (persaudaran) dengan apapun dan siapapun ciptaan Tuhan, tidak memandang apakah itu jin, iblis, malaikat, tumbuh-tumbuhan atau binatang, lebih-lebih dengan sesama manusia. Manusia dengan manusia lainnya merupakan saudara sedarah (ada hubungan darah). Bahasa al Qur'an menyebutnya ‘ihwah’, dari jalur Adam dan Hawa. Sedang manusia dengan makhluk lainnya adalah saudara yang tidak ada hubungan darah. Bahasa al Qur’an menyebut ‘ihwan’, ujar Kiyai Ali As’ad. Walau fakta sejarah memperlihatkan bahwa sejarah konflik merupakan warisan sejarah anak manusia, konflik Qabil dan Habil. Dengan demikian bagaimana agar konflik kekerasan tidak mewaris pada kita semua, makhluk Tuhan di muka bumi, lebih-lebih sesama umat Islam?
 Islam yang saling menghormati, tidak saling mengejek, mencaci, berprasangka, menjelekkan, dan saling memahami karakter masing-masing serta saling belajar perlu terus-menerus ditanamkan pada diri masing-masing individu. Dengan begitu proses Indonesia menuju ‘daru hadhoro’ (Negara yang maju) akan terwujud, ujar Prof. Yunahar Ilyas. Ajaran Islam yang ramah, toleran dan solider pada umumnya baru dirasakan dan tertanamkan dalam diri pemuka agama (ulama). Lalu bagaimana keberagamaan di kalangan umat ‘akar rumput’ (masyarakat awam)? Pertanyaan inilah yang sebenarnya acapkali menggelitik dan perlu digarap serta dijadikan ladang amal bagi pemuka agama. Agar semua umat juga merasakan keberagamaan yang sama, yakni keberagamaan rahmatal lil 'alamin dalam rangka membangun masa depan NKRI yang lebih Maslahah.
 (Lathifatul Izzah)

Tidak ada komentar: