(Saqifa-Yogya) Negara yang penuh rahma
dan berkah, sangat diharapkan oleh semua warganegara Indonesia, apapun
golongan, ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, suku, bahasa dan status
sosialnya. Untuk itu silaturahmi di antara semua umat perlu terus-menerus
dibina untuk merajut ukhuwah (persaudaraan) yang lebih harmonis. Lebih-lebih di
kalangan ormas Islam. Bila perlu melakukan pertukaran umat (people changing),
kata Sahiron Syamsuddin, P.hD, Pil. selaku moderator.
Di pundak ormas
Islam lah Pendidikan politik yang humanis dan bermoral itu dapat bermula.
Apalagi akhir-akhir ini suhu politik tanah air berkembang 'memanas'. Bersamaan
itu bermunculan gerakan dan ormas Islam yang mengatasnamakan Islam, namun
gerakannya justru jauh panggang dari asas Islam yang sebenarnya. Bukankah Islam
yang sebenarnya itu membawa ‘rahma’, kasih sayang bagi semua makhluk di alam
semesta ini. Di samping itu kerapkali bermunculan konflik di antara umat atau
gerakan Islam, padahal semua umat dan ormas Islam berlandaskan pada landasan
yang sama Qur’an dan Sunnah, kata ketua panitia Pelaksana.
Hemat penulis
‘konflik’ (perbedaan pendapat dan pemikiran) sah-sah saja, asal tidak berujung
pada kekerasan apalagi sampai pertumpahan darah. Bukankah Islam sendiri
memberikan sebuah penghormatan bahwa perbedaan pendapat diantara umat Islam
adalah rahmat, merujuk pada sabda Nabi. Bukankah Islam juga memberikan hadiah
pada umatnya yang berijtihat, meski itu salah. Negara Indonesia merupakan
negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Apakah Indonesia termasuk
Negara yang memiliki tingkat konflik yang Tinggi (low tolerance)
atau termasuk negara yang tingkat konfliknya rendah (high tolerance)?
Dengan begitu PWNU
DIY telah melaksanakan sebuah sarasehan pada hari Kamis, 28 Juni 2012 yang
mengangkat tema “Merajut Ukhuwah, Menebar Rohmah untuk Masa Depan NKRI yang
Lebih Maslahah” dengan menghadirkan pembicara Prof. Dr. Yunahar Ilyas, M.Ag.
dari PP Muhamadiyah, Drs. KH. Ali As’ad M.M. pengasuh Pesantren Nailul ‘Ula dan
Prof. Dr. Purwo Santoso, M.A. dari FISIPOL UGM. Semanir ini di hadiri
oleh pengurus ormas-ormas Islam se-DIY. Di Kantor PWNU lantai III Jl. MT.
Haryono No. 41/42 Yogyakarta.
Dalam seminar tersebut
diungkap bahwa umat Islam seharusnya membangun ‘ukhuwah’ (persaudaran) dengan
apapun dan siapapun ciptaan Tuhan, tidak memandang apakah itu jin, iblis,
malaikat, tumbuh-tumbuhan atau binatang, lebih-lebih dengan sesama manusia.
Manusia dengan manusia lainnya merupakan saudara sedarah (ada hubungan darah).
Bahasa al Qur'an menyebutnya ‘ihwah’, dari jalur Adam dan Hawa. Sedang manusia
dengan makhluk lainnya adalah saudara yang tidak ada hubungan darah. Bahasa al
Qur’an menyebut ‘ihwan’, ujar Kiyai Ali As’ad. Walau fakta sejarah
memperlihatkan bahwa sejarah konflik merupakan warisan sejarah anak manusia, konflik
Qabil dan Habil. Dengan demikian bagaimana agar konflik kekerasan tidak mewaris
pada kita semua, makhluk Tuhan di muka bumi, lebih-lebih sesama umat Islam?
Islam yang saling
menghormati, tidak saling mengejek, mencaci, berprasangka, menjelekkan, dan saling
memahami karakter masing-masing serta saling belajar perlu terus-menerus
ditanamkan pada diri masing-masing individu. Dengan begitu proses Indonesia
menuju ‘daru hadhoro’ (Negara yang maju) akan terwujud, ujar Prof. Yunahar
Ilyas. Ajaran Islam yang ramah, toleran dan solider pada umumnya baru dirasakan
dan tertanamkan dalam diri pemuka agama (ulama). Lalu bagaimana keberagamaan di
kalangan umat ‘akar rumput’ (masyarakat awam)? Pertanyaan inilah yang
sebenarnya acapkali menggelitik dan perlu digarap serta dijadikan ladang amal
bagi pemuka agama. Agar semua umat juga merasakan keberagamaan yang sama, yakni
keberagamaan rahmatal lil 'alamin dalam rangka membangun masa depan NKRI yang
lebih Maslahah.
(Lathifatul Izzah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar