Ibu Nyai Hj. Umroh Mahfudzoh,
Teladan Berorganisasi bagi Perempuan NU
Siapa bilang perempuan NU tidak mahir berorganisasi?
Para Ibu Nyai telah memberikan banyak teladan ketika di pesantren. Makanya,
kala berada di luar pesantren, perempuan NU sudah terlatih. Kalau masih ragu dengan
hal ini, simaklah kisah singkat Ibu Nyai Hj. Umroh Mahfudzoh berikut ini. Anda
akan mendapatkan jawabannya!
Dilahirkan
4 Februari 1936 di kota Gresik, Jawa Timur, Umroh mengawali pendidikan dasar di
kota kelahirannya. Sempat berhenti sekolah hingga tahun 1946 karena clash II,
Umroh melanjutkan ke Madrasah Ibtidaiyah NU di Boto Putih, Surabaya. Dilahirkan
dari pasangan K.H. Wahib Wahab dan Hj. Siti Channah, Umroh tumbuh dan dewasa di
lingkungan NU. Sebagai cucu pendiri NU, K.H. Abdul Wahab Chasbullah, masa kecil
Umroh banyak dilalui di lingkungan pesantren, khususnya pada masa liburan yang
banyak dihabiskan di Tambak Beras, Jombang, tempat kelahiran ayahnya.
Sebagai
anak sulung dari lima bersaudara, sejak kecil Umroh dididik untuk bisa hidup
mandiri. Hasrat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah
sekaligus mewujudkan impian merantaunya terpenuhi ketika diterima sebagai siswa
SGA Surakarta. Ketika partai-partai politik meluaskan sayapnya pada pertengahan
50-an, Umroh mulai menerjunkan diri sebagai Seksi Keputrian Pelajar Islam
Indonesia (PII) -organisasi pelajar afiliasi partai Masyumi- ranting SGA
Surakarta. Namun, sejak berdirinya NU sebagai partai politik sendiri tahun 1952,
Umroh mulai berkenalan dengan organisasi-organisasi di lingkungan NU.
Sembari
mengajar di Perguruan Tinggi Islam Cokro, Surakarta, Umroh yang nyantri di
tempat Nyai Masyhud mulai menerjunkan diri sebagai wakil ketua Fatayat NU
cabang Surakarta. Semangat Umroh yang menyala-nyala membawa pada kesadaran akan
perlunya sebuah organisasi pelajar yang khusus menghimpun putra-putri NU.
Berdirinya IPNU yang khusus menghimpun pelajar-pelajar putra pada awal tahun
1954 membuat keinginan Umroh untuk membuat organisasi serupa khusus untuk para
pelajar putri semakin menggebu-gebu.
Gagasannya
dituangkan lewat diskusi intensif dengan para pelajar putri NU di Muallimat NU
dan SGA Surakarta yang sama-sama nyantri di tempat Nyai Masyhud. Kegigihan
Umroh memperjuangkan pendirian IPNU-Putri (kelak berubah menjadi IPPNU)
membawanya duduk sebagai Ketua Dewan Harian (DH) IPPNU. DH IPPNU adalah organ
yang bertindak sebagai inkubator pendirian sekaligus pelaksana harian
organisasi IPPNU.